Pinjam-Meminjam
A.
Pengertian
‘Ariyah
‘Ariyah (pinjam – meminjam) ialah
membolehkan kepada orang lain mengambil manfaat sesuatu yang halal untuk
mengambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, dan dikembalikan setelah
diambil manfaatnya dalam keadaan tetap tidak rusak zatnya. Pinjam ini wajib
dikembalikan kepada yang meminjamkan, sabda Nabi saw.
Dari
Abu Hurairah ra. : Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :
“Tunaikanlah/kembalikanlah barang amanat itu kepada orang yang telah memberikan
amanat itu kepadamu, dan janganlah engkau menyalahi janji (berkhianat) walaupun
kepada orang yang pernah menyalahi janji kepadmu”.
B.
Syarat
– Syarat Pinjam - Meminjam :
1. Orang
yang meminjam dan yang meminjamkan ialah baligh, berakal dan melakukannya
dengan kemauannya.
2. Manfaat
barang yang dipinjamkan harus merupakan milik orang yang meminjamkan. Oleh
karena itu orang yang meminjam sesuatu barang tidak boleh meminjamkan barang
itu kepada orang lain.
3. Orang
yang meminjam sesuatu barang, hanya dibolehkan mengambil manfaatnya menurut apa
yang diijinkan oleh orang yang meminjamkan.
4. Mengembalikan
barang pinjaman, kalau dibutuhkan ongkos, maka ongkosnya atas tanggungan
peminjam.
Sabda Rasulullah Saw. :
Dari Samurah, “Nabi
Saw. telah bersabda, Tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil
sampai dikembalikannya barang itu”. (Riwayat lima orang ahli hadist, selain
Nasai)
5. Pinjaman
yang dibatasi waktunya, setelah habis waktunya, si peminjam wajib segera
mengembalikannya.
Pengambilan manfaat
setelah lewat batas waktu yang ditentukan, adalah diluar ikatan pinjam
meminjam. Hilang atau rusaknya barang yang dipinjamkan penuh atas tanggungan
yang meminjam, kalau barang yang dipinjam itu hilang atau rusak karena
pemakaian yang diizinkan, yang meminjam tidak perlu mengganti karena pinjam –
meminjam itu berarti percaya – mempercayai, tetapi kalau karena sebab lain, dia
wajib mengganti.
C.
Rukun
Meminjam
1. Ada yang meminjamkan.
Syaratnya :
a. Ahli
(berhak) berbuat kebaikan sekehendaknya (anak kecil dan orang yang dipaksa
tidak sah meminjamkan).
b. Manfaat
barang yang dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan, sekalipun dalam jalan
wakaf atau menyewa, karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan
bersangkutan dengan zat.
2.
Ada
yang meminjam
Anak kecil atau orang gila tidak sah
meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebaikan.
3.
Ada
barang yang dipinjam. Syaratnya :
a.
Barang yang benar – benar ada manfaatnya
b.
Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap
(tidak rusak). Oleh karena itu makanan dengan sifat makanan untuk dimakan, tidak
sah dipinjamkan.
4. Ada lafaz
Menurut
sebagian orang sah dengan tidak berlafaz.
D.
Hukum
Pinjam - Meminjam
1. Meminjamkan
sesuatu hukumnya sunnat, malah terkadang menjadi wajib, seperti meminjamkan
sampan untuk menyelamatkan orang yang akan hanyut tenggelam, serta meminjamkan
kain kepada orang yang terpaksa, meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang
yang hampir mati. Dan kadang – kadang haram meminjamkan, seperti meminjamkan
rumah untuk tempat ma’shiat dan sebagainya (jalan menuju sesuatu hukumnya sama
dengan hukum yang dituju).
2. Orang
yang meminjamkan sewaktu – waktu boleh minta kembali barang yang
dipinjamkannya, kecuali meminjam untuk pekuburan, maka pinjaman itu tidak boleh
dikembalikan sebelum hilang bekas – bekas mayat, berarti sebelum mayat hencur
menjadi tanah, dia tidak boleh meminta kembali. Atau meminjamkan tanah untuk
menanam padi, tidak boleh diminta kembali sebelum mengetam. Ringkasnya,
keduanya boleh memutuskan akad, asal tidak merugikan salah seorang diantara
keduanya.
3. Sesudah
yang meminjam mengetahui, bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan aqadnya, dia
tidak boleh memakai barang yang dipinjamnya.
4. Pinjam
- meminjam sudah tidak berlaku (batal)
dengan matinya atau gilanya salah seorang peminjam atau yang meminjamkan.
E.
Hikmah
Pinjam - Meminjam
Hikmahnya dapat mencukupi keperluan
seseorang terhadap manfaat sesuatu barang yang tidak ia miliki.
0 komentar:
Posting Komentar