Sabtu, 28 Juli 2012

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah Ikatan Akuntan Indonesia


PEMBAHASAN

A.  Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah Ikatan Akuntan Indonesia
Kerangka dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Adanya perbedaan karakteristik antara bisnis yang berlandaskan pada syariah dengan bisnis konvensional menyebabkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (KDPPLKBS) pada tahun 2002. KDPPLKBS selanjutnya disempurnakan pada tahun 2007 menjadi Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS). Penyempurnaan KDPPLKS terhadap KDPPLKBS dilakukan untuk memperluas cakupannya sehingga tidak hanya untuk transaksi syariah pada bank syariah, melainkan juga pada jenis institusi bisnis lain, baik yang berupa entitas syariah maupun entitas konvensional yang bertransaksi dengan skema syariah.
Pada bagian pendahuluan KDPPLKS, dilakukan penyempurnaan, khususnya mengenai pemakai dan kebutuhan informasi, paradigma transaksi syariah, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah. Pada bagian tujuan laporan keuangan terdapat tambahan tujuan selain yang diatur dalam KDPPLK, yaitu tujuan laporan keuangan yang terkait dengan:
1.      Pemberian informasi dan peningkatan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah
2.      Pemberian informasi pemenuhan kewajiban fungsi sosial entitas syariah.[1]


Pada bagian asumsi dasar, selain diatur asumsi “dasar akrual”  dan “kelangsungan usaha  (going concrn)”, juga diatur bahwa penentuan bagi hasil harus didasarkan pada dasar kas. Pendapatan atau hasil yang dimaksud ditentukan dari laba bruto (gross profit). Sementara itu, bagian unsur-unsur laporan keuangan mengatur antara lain hal-halsebagai berikut:
1.      Komponen laporan keuangan entitas syariah meliputi komponen laporan keuangan yang mencerminkan antara lain kegiatan komersial, kegiatan sosial, serta kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah.
2.      Unsur neraca entitas syariah terdiri dari aset, kewajiban, dan dana syirkah temporer, dan ekuitas.
3.      Unsur kinerja terdiri dari penghasilan, beban dan hak-hak pihak ketiga atas bagi hasil. [2]
B.  Tujuan Kerangka Dasar
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi:
a.       Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya membuat standar.
b.      Penyusun laporan keuangan, untuk menaggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
c.       Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yanh berlaku umum.
d.      Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah. [3]
C.     Aspek yang Terkait dengan Transaksi Syariah dan Pemakai Laporan Keuangan Syariah
v  Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material maupun spiritual. Paradigma dasar ini menekankan bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha.[4]
v  Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berasaskan pada prinsip:
a.       Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas kerugian orang lain.
b.      Keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah adalah melarang adanya unsur:
1.      Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau riba fadl.
2.      Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
3.      Masyir/judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitas.
4.      Gharar/unsur ketidakejelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad.
5.      Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, baik dalam barang /jasa ataupun aktivitas operasional terkait
c.       Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
d.      Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta pelstarian.
e.       Universalisme (syumuliyah), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membadakan suku, agama, ras dan golongan sesuai dengan semangat kerahmataan semesta.  [5]
v  Karakteristik transaksi syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:
1.      Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2.      Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
3.      Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas
4.      Tidak mengandung unsur riba
5.      Tidak mengandung unsur kezaliman
6.      Tidak mengandung unsur masyir
7.      Tidak mengandung unsur gharar
8.      Tidak mengandung unsur haram
9.        Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money)
10.  Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain .
11.  Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan.
12.  Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap.[6]
v  Pemakai dan Kebutuhan Informasi
Pemakai laporan keuangan meliputi:
a.       Investor sekarang dan investor potensial; hal ini karena mereka harus memutuskan apakah akan membeli, menahan atau menjual investasi atau penerimaan deviden.
b.      Pemilik dana qardh; untuk mengetahui apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
c.       Pemilik dana syirkah temporer; untuk pengambilan keputusan pada investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang bersaing atau aman.
d.      Pemilik dana titipan; untuk memastikan bahwa titipan dana dapat diambil setiap saat.
e.       Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf; untuk informasi tentang sumber dan penyaluran dana tersebut.
f.       Pengawas syariah; untuk menilai kepatuhan pengelolaan lembaga syariah terhadap prinsip syariah.
g.      Karyawan; untuk memperoleh informasi tentang stabilitas dan profitabilitas entitas syariah.
h.      Pemasok dan mitra usaha lainnya; untuk memperoleh informasi tentang kemampuan entitas membayar utang pada saat jatuh tempo.
i.        Pelanggan; untuk memperoleh informasi tentang kelangsungan hidup entitas syariah.
j.        Pemerintah serta lembaga-lembaganya; untuk memperoleh informasi tentang aktivitas entitas syariah, perpajakan serta kepentingan nasional lainnya.
k.      Masyarakat; untuk memperoleh informasi tentang kontribusi entitas terhadap masyarakat dan negara.[7]
v  Tujuan Akuntansi Bank Syariah
1.      Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan, kebijakan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis islami.
2.      Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi para pemakai laporan dalam pengambilan keputusan.
3.      Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.[8]
v  Tujuan Laporan Keuangan
Berdasarkan paragraf 30 KDPPLKS, dinyatakan bahwa tujuan laporan keuangan menurut KDPPLKS adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. [9] Selain itu, tujuan lainnya sebagai berikut:
1.      Pengambilan putusan investasi dan pembiayaan. Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan yang rasional. Pihak-pihak yang berkepentingan antara lain:
a.       Shahibul maal/ pemilik dana
b.      Kreditur
c.       Pembayar zakat, infaq dan shadaqah
d.      Pemegang saham
e.       Otoritas pengawasan
f.       Bank Indonesia
g.      Pemerintahan
h.      Lembaga penjamin simpanan
i.        Masyarakat
2.      Menilai prospek arus kas. Pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung investor/ pemilik dana, kreditur, saat dan ketidakpastian dalam penerimaan kas dimasa depan atas deviden, bagi hasil, dan hasil dari penjualan, pelunasan (redemption), dan jatuh tempo dari surat berharga atau pinjaman. Prospek penerimaan kas tersebut sangat tergantung dari kemampuan bank untuk menghasilkan kas guna memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo, kebutuhan operasional, reinvestasi dalam operasi, serta pembayaran deviden.
3.      Informasi atas sumber daya ekonomi. Pelaporan keuangan bertujuan memberikan informasi tentang sumberdaya ekonomis bank (economic resources), kewajiban bank untuk mengalihkan sumberdaya tersebut pada entitis lain atau pemilik sama, serta kemungkinan terjadinya transaksi dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan sumberdaya ekonomi tersebut.
4.      Kepatuhan bank terhadap prinsip syariah. Lapora keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya.
5.      Laporan keuangan memberikan informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bank terhadap amanah daam mengamalkan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi yang terikat.
6.      Pemenuhan fungsi sosial. Laporan keuangan memberikan informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.[10]    
v  Bentuk laporan keuangan
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
a.       Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan informasi tentang sumber daya yang dikendalikan, stuktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan datang.
b.      Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi mungkin dikendalikan di masa depan.
c.       Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber keuangan, modal kerja, aset likuid atau kas. Melalui laporan ini dapat diketahui aktivitas, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan.
d.      Informasi lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas syariah. Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan sebagian besar pengguna laporan keuangan.
e.       Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang memengaruhi entitas. Informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap entitas juga dapat disajikan.[11] 
v  Asumsi Dasar
a.       Dasar akrual
Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.
           Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
           Namun dalam perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit) 
b.      Kelangsungan usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuiditasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.[12]
v  Karakteristik Kualitatif Informasi Keuangan Syariah
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok:
1.      Dapat dipahami
2.      Relevan
3.      Keandalan 
4.      Dapat dibandingkan[13]
v  Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syariah, antara lain meliputi:
a.       Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas.
-          Posisi keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut:
1.      Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas syariah.
2.      Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
3.      Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
4.      Ekuitas adakah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi setoran modal pemegang saham, saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal.
-          Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban. Unsur penghasilan didefinisikan sebagai berikut:
1.      Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidaak berasal dari kontribusi penanam modal.
2.      Beban (expenes) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dealam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal, termasuk di dalamnya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang timbul.
-          Hak pihak ketiga atas bagi hasil
     Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan.
     Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.
b.      Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
c.       Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.[14]
   
                                                                                                                                                                   


[1] Rizal yahya, dkk, Akuntansi Perbankan Syari’ah (Jakarta: Salemba Empat, 2009) hal 80
[2] Rizal yahya,dkk, Akuntansi Perbankan  Syari’ah (Jakarta: Salemba Empat, 2009) hal 80
[3] Sri Nurhayati,dkk, Akuntansi syari’ah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2008) hal 90
[4] Rizal Yahya, dkk, Akuntansi Perbankan Syari’ah (Jakarta: Salemba Empat, 2009) hal 81
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]

0 komentar:

Label 2

Slider