AKUNTANSI BANK SYARI’AH
Perbankan
syari’ah muncul di Indonesia pada tahun 1992. Krisis moneter yang melanda
Indonesia pada tahun 1997 , membuat perbankan konvensional lumpuh, yang di
sebabkan oleh system kredit. System kredit yang pada awalnya lancar, akhirnya
menjadi macet. Sedangkan pada perbankan syari’ah yang mengaku mempunyai dua
system perbankan, yaitu system konvensional dan system syari’ah, justru semakin
berkembang. Karena, operasional perbankan syari’ah sangat berbeda dengan
perbankan konvensional.
Pebedaan
yang sangat mendasar pada bank syari’ah adalah penerapan konsep bagi hasil,
tata cara perhitungan bagi hasil sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan.
Sehingga dalam perbankan syari’ah tidak mengenal cost of found atau biaya dana sebagai pengurang atas pendapatan
bunga untuk menghasilkan keuntungan sebelum dikurangi dengan beban operasi.
Karena itulah dalam bank syari’ah tidak
mengenal negative spread, karena bagi hasil pada investor atau deposan
betul-betul berdasar nisbah bagi hasil yang disepakati sebelumnya dari hasil
pengelolaan investasi dan bisnis bank semata-mata atas dana yang diprcayakan
oleh pemilik dana atau deposan pada bank.
Bank
syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Selain itu, bank syari’ah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan atau
perbankan yang beroperasional dan produknya dikembangkan berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadist Nabi SAW.
·
Prinsip Dasar
Perbankan Syari’ah
Bank
syari’ah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan
dengan syari’at Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syari’ah yaitu:
1. Prinsip
Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-wadiah
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendaki.
Secara
umum terdapat dua jenis al-wadiah,
yaitu:
a.
Wadiah
Yad Al-Amanah
b.
Wadiah
Yad adh-Dhamanah
2. Prinsip
Bagi hasil
System
ini adalah salah satu system yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan penegelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan
prinsip ini adalah:
a.
Al-Mudharabah
b.
Al-Musyarakah
3. Prinsip
Jual beli
Prinsip
ini merupakan suatu system yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank
akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah
sebagai agen, bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank
menjual barang tersebut kepada nasabah dengan sejumlah harga beli ditambah
keuntungan.
4. Prinsip
Sewa (Al-Ijarah)
Al-Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas
barang barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-Ijarah terbagi kepada dua jenis, yaitu:
a. Ijarah
Sewa Murni
b. Ijarah
al-muntahiya bit tamlik, yaitu penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa
mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
5. Prinsip
Jasa (Free-Based Service)
Prinsip
ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.
·
Sistem
Operasional bank Syari’ah
Pada system
operasional bank syari’ah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan
motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil.
Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan
(miasalnya modal usaha) dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai
kesepakatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar