PEMBAHASAN
A. Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah Ikatan Akuntan Indonesia
Kerangka
dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bagi para pemakai eksternal. Adanya perbedaan karakteristik antara
bisnis yang berlandaskan pada syariah dengan bisnis konvensional menyebabkan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (KDPPLKBS) pada tahun 2002. KDPPLKBS
selanjutnya disempurnakan pada tahun 2007 menjadi Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS). Penyempurnaan KDPPLKS terhadap
KDPPLKBS dilakukan untuk memperluas cakupannya sehingga tidak hanya untuk
transaksi syariah pada bank syariah, melainkan juga pada jenis institusi bisnis
lain, baik yang berupa entitas syariah maupun entitas konvensional yang
bertransaksi dengan skema syariah.
Pada
bagian pendahuluan KDPPLKS, dilakukan penyempurnaan, khususnya mengenai pemakai
dan kebutuhan informasi, paradigma transaksi syariah, asas transaksi syariah,
dan karakteristik transaksi syariah. Pada bagian tujuan laporan keuangan
terdapat tambahan tujuan selain yang diatur dalam KDPPLK, yaitu tujuan laporan
keuangan yang terkait dengan:
1. Pemberian informasi dan peningkatan
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah
2. Pemberian informasi pemenuhan kewajiban
fungsi sosial entitas syariah.[1]
Pada
bagian asumsi dasar, selain diatur asumsi “dasar akrual” dan “kelangsungan usaha (going concrn)”, juga diatur bahwa penentuan
bagi hasil harus didasarkan pada dasar kas. Pendapatan atau hasil yang dimaksud
ditentukan dari laba bruto (gross profit). Sementara itu, bagian unsur-unsur
laporan keuangan mengatur antara lain hal-halsebagai berikut:
1. Komponen laporan keuangan entitas
syariah meliputi komponen laporan keuangan yang mencerminkan antara lain
kegiatan komersial, kegiatan sosial, serta kegiatan dan tanggung jawab khusus
entitas syariah.
2. Unsur neraca entitas syariah terdiri
dari aset, kewajiban, dan dana syirkah temporer, dan ekuitas.
3. Unsur kinerja terdiri dari penghasilan,
beban dan hak-hak pihak ketiga atas bagi hasil. [2]
B. Tujuan Kerangka Dasar
Kerangka
dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis
transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas
konvensional baik sektor publik maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini
adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi:
a. Penyusun standar akuntansi keuangan
syariah, dalam pelaksanaan tugasnya membuat standar.
b. Penyusun laporan keuangan, untuk
menaggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar
akuntansi keuangan syariah.
c. Auditor, dalam memberikan pendapat
mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
syariah yanh berlaku umum.
d. Para pemakai laporan keuangan, dalam
menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan standar akuntansi keuangan syariah. [3]
C. Aspek yang Terkait dengan Transaksi
Syariah dan Pemakai Laporan Keuangan Syariah
v Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi
syariah berlandaskan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan
sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk
mencapai kesejahteraan hakiki secara material maupun spiritual. Paradigma dasar
ini menekankan bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan
nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter
baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha.[4]
v Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah
berasaskan pada prinsip:
a.
Persaudaraan
(ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan di atas kerugian orang lain.
b.
Keadilan
(‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan
sesuai dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah
adalah melarang adanya unsur:
1.
Riba/bunga
dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau riba fadl.
2.
Kezaliman,
baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
3.
Masyir/judi
atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitas.
4.
Gharar/unsur
ketidakejelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad.
5.
Haram/segala
unsur yang dilarang tegas dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, baik dalam barang /jasa
ataupun aktivitas operasional terkait
c.
Kemaslahatan
(maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
d.
Keseimbangan
(tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek
privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan
sosial serta antara aspek pemanfaatan serta pelstarian.
e.
Universalisme
(syumuliyah), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua
pihak yang berkepentingan tanpa membadakan suku, agama, ras dan golongan sesuai
dengan semangat kerahmataan semesta. [5]
v Karakteristik transaksi syariah
Implementasi
transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi
karakteristik dan persyaratan antara lain:
1.
Transaksi
hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2.
Prinsip
kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
3.
Uang
hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas
4.
Tidak
mengandung unsur riba
5.
Tidak
mengandung unsur kezaliman
6.
Tidak
mengandung unsur masyir
7.
Tidak
mengandung unsur gharar
8.
Tidak
mengandung unsur haram
9.
Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang
(time value of money)
10.
Transaksi
dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain .
11.
Tidak
ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan.
12.
Tidak
mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap.[6]
v Pemakai dan Kebutuhan Informasi
Pemakai
laporan keuangan meliputi:
a.
Investor
sekarang dan investor potensial; hal ini karena mereka harus memutuskan apakah
akan membeli, menahan atau menjual investasi atau penerimaan deviden.
b.
Pemilik
dana qardh; untuk mengetahui apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh
tempo.
c.
Pemilik
dana syirkah temporer; untuk pengambilan keputusan pada investasi yang
memberikan tingkat pengembalian yang bersaing atau aman.
d.
Pemilik
dana titipan; untuk memastikan bahwa titipan dana dapat diambil setiap saat.
e.
Pembayar
dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf; untuk informasi tentang sumber
dan penyaluran dana tersebut.
f.
Pengawas
syariah; untuk menilai kepatuhan pengelolaan lembaga syariah terhadap prinsip
syariah.
g.
Karyawan;
untuk memperoleh informasi tentang stabilitas dan profitabilitas entitas
syariah.
h.
Pemasok
dan mitra usaha lainnya; untuk memperoleh informasi tentang kemampuan entitas
membayar utang pada saat jatuh tempo.
i.
Pelanggan;
untuk memperoleh informasi tentang kelangsungan hidup entitas syariah.
j.
Pemerintah
serta lembaga-lembaganya; untuk memperoleh informasi tentang aktivitas entitas
syariah, perpajakan serta kepentingan nasional lainnya.
k.
Masyarakat;
untuk memperoleh informasi tentang kontribusi entitas terhadap masyarakat dan
negara.[7]
v Tujuan Akuntansi Bank Syariah
1.
Menentukan
hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari
transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan
prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan, kebijakan,
dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis islami.
2.
Menyediakan
informasi keuangan yang bermanfaat bagi para pemakai laporan dalam pengambilan
keputusan.
3.
Meningkatkan
kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.[8]
v Tujuan Laporan Keuangan
Berdasarkan
paragraf 30 KDPPLKS, dinyatakan bahwa tujuan laporan keuangan menurut KDPPLKS
adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. [9]
Selain itu, tujuan lainnya sebagai berikut:
1.
Pengambilan
putusan investasi dan pembiayaan. Laporan keuangan bertujuan menyediakan
informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan keputusan yang rasional. Pihak-pihak yang berkepentingan antara
lain:
a.
Shahibul
maal/ pemilik dana
b.
Kreditur
c.
Pembayar
zakat, infaq dan shadaqah
d.
Pemegang
saham
e.
Otoritas
pengawasan
f.
Bank
Indonesia
g.
Pemerintahan
h.
Lembaga
penjamin simpanan
i.
Masyarakat
2.
Menilai
prospek arus kas. Pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang
dapat mendukung investor/ pemilik dana, kreditur, saat dan ketidakpastian dalam
penerimaan kas dimasa depan atas deviden, bagi hasil, dan hasil dari penjualan,
pelunasan (redemption), dan jatuh tempo dari surat berharga atau pinjaman.
Prospek penerimaan kas tersebut sangat tergantung dari kemampuan bank untuk
menghasilkan kas guna memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo, kebutuhan
operasional, reinvestasi dalam operasi, serta pembayaran deviden.
3.
Informasi
atas sumber daya ekonomi. Pelaporan keuangan bertujuan memberikan informasi
tentang sumberdaya ekonomis bank (economic resources), kewajiban bank untuk
mengalihkan sumberdaya tersebut pada entitis lain atau pemilik sama, serta
kemungkinan terjadinya transaksi dan peristiwa yang dapat mempengaruhi
perubahan sumberdaya ekonomi tersebut.
4.
Kepatuhan
bank terhadap prinsip syariah. Lapora keuangan ini bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi
pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan bagaimana
pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya.
5.
Laporan
keuangan memberikan informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung
jawab bank terhadap amanah daam mengamalkan dana, menginvestasikannya pada
tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan
investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi yang terikat.
6.
Pemenuhan
fungsi sosial. Laporan keuangan memberikan informasi mengenai pemenuhan fungsi
sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.[10]
v Bentuk laporan keuangan
Laporan
keuangan entitas syariah terdiri atas:
a.
Posisi
keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan
informasi tentang sumber daya yang dikendalikan, stuktur keuangan, likuiditas
dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Laporan ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan
datang.
b.
Informasi
kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi mungkin
dikendalikan di masa depan.
c.
Informasi
perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan
definisi dana seperti seluruh sumber keuangan, modal kerja, aset likuid atau
kas. Melalui laporan ini dapat diketahui aktivitas, pendanaan dan operasi
selama periode pelaporan.
d.
Informasi
lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas
syariah. Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan
bagi pengambilan keputusan sebagian besar pengguna laporan keuangan.
e.
Catatan
dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan
termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang memengaruhi
entitas. Informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh
perubahan harga terhadap entitas juga dapat disajikan.[11]
v Asumsi Dasar
a.
Dasar
akrual
Laporan
keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan
peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara
kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta
dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.
Laporan keuangan yang disusun atas
dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa
lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban
pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang
akan diterima di masa depan.
Namun dalam perhitungan pendapatan
untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan
bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau
hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit)
b.
Kelangsungan
usaha
Laporan
keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah
yang akan melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuiditasi atau mengurangi
secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul,
laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang
digunakan harus diungkapkan.[12]
v Karakteristik Kualitatif Informasi
Keuangan Syariah
Karakteristik
kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan
berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok:
1.
Dapat
dipahami
2.
Relevan
3.
Keandalan
4.
Dapat
dibandingkan[13]
v Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Sesuai
karakteristik, laporan keuangan entitas syariah, antara lain meliputi:
a.
Komponen
laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan
keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas.
-
Posisi
keuangan
Unsur
yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,
kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai
berikut:
1.
Aset
adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh entitas syariah.
2.
Kewajiban
merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas
syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
3.
Dana
syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka
waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah mempunyai
hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil
investasi berdasarkan kesepakatan.
4.
Ekuitas
adakah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban
dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi setoran
modal pemegang saham, saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal.
-
Kinerja
Unsur
yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah
penghasilan dan beban. Unsur penghasilan didefinisikan sebagai berikut:
1.
Penghasilan
(income) adalah kenaikan manfaat
ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan
aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidaak
berasal dari kontribusi penanam modal.
2.
Beban
(expenes) adalah penurunan manfaat
ekonomi selama satu periode akuntansi dealam bentuk arus keluar atau
berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal, termasuk di
dalamnya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang
timbul.
-
Hak
pihak ketiga atas bagi hasil
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana
syirkah temporer adalah bagian hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian
hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa
dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi).
Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan
kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas
syariah.
b.
Komponen
laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber dan
penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
c.
Komponen
laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus
entitas syariah tersebut.[14]
[1] Rizal yahya, dkk, Akuntansi Perbankan Syari’ah (Jakarta: Salemba
Empat, 2009) hal 80
[2] Rizal yahya,dkk, Akuntansi Perbankan
Syari’ah (Jakarta: Salemba Empat, 2009) hal 80
[3] Sri Nurhayati,dkk, Akuntansi syari’ah di Indonesia (Jakarta: Salemba
Empat, 2008) hal 90
[4] Rizal Yahya, dkk, Akuntansi Perbankan Syari’ah (Jakarta: Salemba
Empat, 2009) hal 81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar